Lemon8 Video Downloader

The easiest way to download video and gallery from Lemon8 app

TEKA-TEKI PUKUL TUJUH MALAM

TEKA-TEKI PUKUL TUJUH MALAM

Desktop: Right-Click and select "Save link as..." to download.

PHOTOS
TEKA-TEKI PUKUL TUJUH MALAM JPEG Download
TEKA-TEKI PUKUL TUJUH MALAM JPEG Download

Sudah satu bulan kami menikah, tapi aku masih per4w4n. Aku kira paksu ji-jik karena dia nggak pernah mau menyentvhku. Tapi ternyata...

***

Part 1

“Mas, kamu mau ke mana lagi?”

Satu pertanyaan yang hampir tiap malam aku lontarkan pada Mas Gangga, suamiku. Walau sering kali harus menelan rasa kecewa karena mendapat jawaban yang sama, namun malam ini aku berharap mendapat jawaban yang berbeda.

“Biasa, aku mau main ke warung,” jawabnya sambil meraih sarung berwarna hitam yang ada di atas ranjang.

Aku mendesah pelan, entah kenapa Mas Gangga seperti tidak betah tinggal di rumahnya sendiri. Setiap malam dia selalu saja pergi ke warung—tempat Mas Gangga dan temannya nongkrong.

Kami menikah satu bulan yang lalu atas permintaan bapakku sebelum meninggal. Ya, pada saat itu Mas Gangga mengatakan jika sedang membawa truk juragan Karso, namun tiba-tiba rem nya blong sehingga tidak bisa mengendalikan laju truk hingga menabrak kedua orang tuaku yang datang dari arah berlawan hingga mereka kritis. Karena kondisi mereka yang parah, akhirnya Ibu tidak bisa bertahan dan pergi untuk selamanya.

Begitu juga dengan Bapak, satu hari setelah Ibu meninggal, beliau pun menyusulnya. Namun sebelum itu, beliau sempat sadar dan minta agar laki-laki muda berparas tampan yang sudah menabraknya itu mau bertanggung jawab dengan cara menikahiku.

Awalnya aku sempat menolak, apalagi pada saat itu hatiku sudah terisi satu nama yaitu Hendra—karyawan orang tuaku yang bekerja di toko bangunan yang kami miliki. Namun, melihat kondisi Bapak, aku pun jadi tak tega. Akhirnya, mau tak mau aku menerima Mas Gangga, laki-laki yang menjadi penyebab kedua orang tuaku meninggal itu sebagai suamiku.

Namun, faktanya setelah kami menikah, aku merasa seperti tidak memiliki suami. Mas Gangga tetap seperti orang asing yang selalu sibuk atau memang sengaja sok sibuk untuk menghindariku.

Dia tidak pernah peduli padaku. Sampai-sampai aku lebih betah berlama-lama di toko daripada di rumah. Bahkan sepulang dari toko biasanya aku pergi ke suatu tempat hanya untuk menghibur diri sendiri.

“Kamu beneran mau ke warung, Mas?”

Aku mengikuti Mas Gangga yang melangkah menuju teras. Mendengar pertanyaanku, pria tampan dengan gaya rambut cepak yang menyebalkan dan bergelar suami itu pun menghentikan langkahnya lalu menoleh padaku.

“Kenapa kamu nanya begitu? Kamu nggak percaya sama suamimu sendiri?” tanya Mas Gangga tampak tidak suka dengan pertanyaanku.

“Bukan begitu, Mas, aku hanya—”

“Hanya apa? Hanya ingin menuduh kalau suamimu ini selingkuh? Begitu?” sela Mas Gangga dengan cepat. Sejenak aku menangkap kilatan amarah yang terpancar di netra indah suamiku.

“Mas, istri mana yang nggak curiga kalau setiap malam suaminya nggak pernah ada di rumah? Apalagi semenjak kita menikah, kamu juga belum pernah menyentuhku sama sekali!” ucapku dengan suara bergetar dan mata yang berkaca-kaca. Sudah satu bulan aku diam melihat sikap Mas Gangga, namun tidak untuk kali ini. Dia sudah menjadi penyebab kedua orang tuaku meninggal harusnya dia berusaha meluluhkan hati ini agar aku bisa memaafkan kesalahannya dan menerimanya sebagai suaminya. Tapi ini malah sebaliknya.

“Aku tahu kamu terpaksa menjalani pernikahan ini, tapi aku mohon … hargai perasaan aku sebagai istrimu. Sisakan sedikit saja waktumu buat aku.”

“Harinda, dengar ya. Seharian aku sudah capek nderes, belum lagi aku harus mencari kayu bakar dan lain-lain. Makanya malam hari itu waktu yang pas buat aku kumpul sama teman-teman.” Laki-laki yang mempunyai nama lengkap Purwa Gangga Warjana itu memberikan alasan. Namun, alasan yang membuatku semakin kesal sekaligus geram.

Dia hanya mementingkan kesenangannya sendiri tanpa mau memikirkan perasaanku sebagai istrinya. Tak sadarkah dia kalau selama ini dia sudah menyakiti hatiku?

“Oh, jadi kamu lebih memilih teman-teman kamu daripada istrimu sendiri?” kutatap netra indah milik Mas Gangga dengan tajam. Rasa kesal dan marah bercampur menjadi satu. Kesabaranku benar-benar sedang diuji.

Mendengar jawabanku, Mas Gangga menyugar rambutnya dengan kasar lalu kembali menatapku, lekat.

“Harinda—”

“Seandainya ada wanita lain yang kamu cintai, lebih baik katakan saja, Mas. Nggak usah pake alasan main ke warung segala. Biar aku yang akan mundur!” Kali ini gantian aku yang menyela ucapan Mas Gangga. Lebih baik sakit di awal, daripada harus menjalani pernikahan yang tidak didasari dengan kejujuran.

“Astaghfirullah … kamu ngomong apa, sih? Nggak ada wanita lain, dan aku juga akan melepaskan kamu begitu saja. Karena apa? Karena almarhum bapakmu sudah menitipkan kamu padaku.”

“Sudahlah, aku mau berangkat. Aku janji, malam ini aku akan pulang cepet kok,” ucapnya lagi sesaat sebelum pergi meninggalkanku.

Aku menarik napas panjang, lalu menatap punggung Mas Gangga sampai menghilang dari pandangan. Lihat saja, aku akan menyelidiki kamu, Mas. Apakah kamu hanya sekedar kumpul sama teman-temanmu, atau justru kamu menemui wanita lain di luaran sana.

Judul: TEKA-TEKI PUKUL TUJUH MALAM

Penulis : Siti Marfungatun

Baca selengkapnya hanya di aplikasi KBM.

#TakPerluSempurna #HasilFoto #IRTJagoan #creatorlemon8 #kbm #Lemon8Leaderboard #lemon8skintest #backtocampus #CurhatPasutri #myonething