Lemon8 Video-Downloader

Der einfachste Weg, Videos und Galerien von der Lemon8-App herunterzuladen

Drama Rumah Tangga

Drama Rumah Tangga

Desktop: Klicken Sie mit der rechten Maustaste und wählen Sie zum Herunterladen "Link speichern unter...".

PHOTOS
Drama Rumah Tangga JPEG Herunterladen

Iparku Menantu Kesayangan Ibu Mertua

KBM : Indkhrsya

FB : Indah Khairunnisya

Bab 5

"Nad, ini ibuk-ibuk gak ada cemilannya?" tanya mama Ningsih kepadaku yang tengah menggoreng bawang, aku menoleh sebentar, lalu dengan tanggap aku pun mematikan api kompor.

"Gak tahu, Ma, aku kan juga baru datang, terus langsung diarahin ke dapur buat goreng bawang," jawabku dengan apa adanya, aku menatap mama Ningsih yang langsung mendelikkan matanya geram. "Maafin aku ya, Ma, aku beneran gak tahu."

"Kamu tuh ya, kalau ditanya ngejawab aja, udah gitu jawabannya gak genah! Kamu tanyalah sama orang dapurnya, mendiang Riko kan ikut STM bulanan, kata orang kompleks urusan makan tahlilan, dan ibuk-ibuk yang bantuin masak udah ditanggung."

"Tapi, aku sama Mas Gio gak ikut STM, Ma, jadi aku beneran gak ngerti."

"ISH, ditanyakanlah, punya otak tuh dipake!" Wanita itu mendorong pelipisku dengan cukup keras, aku yang tidak siap itu pun sontak terdorong ke belakang, bahkan hampir saja terjatuh jika tidak berpegangan dengan meja kompor.

Astaghfirullahaladzim!

Dengan refleks aku pun memegang dadaku yang kini berdetak kencang, hatiku menjerit, tetapi di sini aku selalu berusaha untuk tetap tenang dan baik-baik saja. Ibuk-ibuk kompleks yang ditugaskan untuk di dapur sontak menoleh ke arahku, keempatnya juga langsung berbisik saat melihat apa yang telah kualami barusan.

Aku malu, hatiku sakit, tetapi aku juga tidak bisa melawan, lebih tepatnya menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan. Keadaannya masih tidak memungkinkan, semua orang masih tampak berduka, dan aku yakin sekali mama Ningsih pasti masih sangat terluka, sehingga tidak bisa mengontrol dirinya yang tengah kalut tidak menentu.

"Ada apa, Neng?" tanya salah satu ibuk kompleks, wanita setengah baya itu tampak sangat khawatir saat melihat wajahku yang mungkin saat ini sudah pucat.

"Gapapa kok, Buk," jawabku sambil memaksakan diri untuk tersenyum, lalu aku kembali menyalakan api kompor, dan melanjutkan menggoreng bawang yang hampir matang itu.

Setelah ini, kemungkinan aku akan keluar menemui Buk RT di rumahnya untuk meminta penjelasan dari pihak pengutipan STM, aku dan Mas Gio memang tidak ikut kegiatan tersebut, tetapi sebagai seorang ipar yang kelihatan di sini mau tidak mau aku harus menemuinya..

"Buk ... Aku boleh minta tolong gak?" Aku kembali mendatangi ibuk-ibuk yang tengah merajang cabai hijau itu, aku harus meninggalkan pekerjaanku, dan segera pergi ke rumahnya Pak RT.

"Iya, Neng, boleh dong. Ada yang bisa dibantu?"

"Tolong digantikan ya, Buk, aku mau keluar sebentar aja, mungkin akan balik lagi sekitar sepuluh menit," ucapku kepada ibuk berjilbab merah, setelah wanita itu bangkit aku pun tersenyum lega.

"Tenang aja, Neng, ibuk pasti gantiin kok, kan masih ada tiga orang lagi yang ngerajang cabai," paparnya sambil melihat ketiga temannya, ketiga wanita yang seumuran dengannya itu pun sontak menganggukkan kepala. "Yaudah, Neng, kalau mau pergi sekarang boleh kok."

Aku hanya mengangguk saja, tanpa berpikir panjang lagi aku pun langsung bergegas melewati pintu dapur, di rumah Felly masih banyak sanak keluarga dari ibu mertua dan mendiang bapak mertua kami, mereka semua disibukkan dengan kegiatan masing-masing, bahkan saling bahu-membahu melangsingkan acara tahlilan dan kirim doa untuk almarhum Riko Santoso.

Ketika hendak melewati ruangan keluarga langkahku sontak terhenti saat mendengar suara mama Ningsih yang menyebut-nyebut namaku. Untuk ke sekian kalinya wanita itu membicarakan kejelekan-kejelekan yang tidak pernah aku perbuat dengan sanak keluarga, mama Ningsih terus saja merendahkanku, bahkan kupikir aku tidak ada bagusnya sama sekali di matanya.

"Si Nadia itu entahlah, udah capek banget loh, Bude, kerjaannya lenyeh-lenyeh aja, padahal aku udah bilang ke dia ibu hamil gak boleh lembek. Tapi apa yang dilakuinnya di rumah? Mulai dari pagi sampai sore yang dipantenginnya hapeee muluk, hapeee muluk."

"Ih, masa Nadia begitu, gak nyangka banget loh!"

"Betul Bude, masa aku bohong sih, aku nih ibu mertuanya, setiap ketemu tuh anak makan ati terus, entahlah, tapi si Gio terus aja ngebelain dia."

"Emangnya kamu gak pernah ngadu sama Gio tah?"

"Udah capek banget bilanginnya, tapi tuh anak satu emang udah tergila-gila sama wanita kumel satu itu, heran banget aku, dia tuh gak kayak Riko yang suka dengerin apa kata mamanya."

"Hih, beneran gak nyangka aku, tapi kelihatannya Nadia kalem kok anaknya, bahkan kelihatan alim juga kan, sholat aja gak pernah tinggal," komentar kerabat yang lain, aku tidak tahu siapa, tetapi yang jelas masih keluarganya mama Ningsih.

"Kelihatannya aja alim, tapi aslinya busuk kayak bangkai, selama ini tuh aku selalu berusaha mendem, tapi dia kayak gak menghargai sedikitpun ibu mertuanya. Kalau kalian udah kenal dekat siapa Nadia pasti bisa ngerasain apa yang aku rasain," paparnya.

Ya, Allah ...

Air mataku luruh begitu saja, terus terang aku tidak bisa lagi menahan rasa sakit yang bergolak di hatiku, rasanya sangat menyakitkan sekali. Bagaimana mungkin ibu mertua menjelek-jelekkanku yang tidak pernah ada pada diriku? Hampir dua tahun lamanya aku menikah dengan Mas Gio, aku selalu berusaha menjadi apa yang diinginkan oleh suamiku, dan ibu mertuaku. Tetapi apa yang aku dapatkan sekarang?

"Kalau Felly gimana, Bulek?" tanya salah seorang yang ada di sana, dari suaranya terdengar seperti anak ABG, kemungkinan dia anaknya dari Bude Hindun.

"Duuuh, kalau Felly itu jauhlah kalau dibandingkan sama Nadia, semenjak nikah sama mendiang Riko sampai sekarang dia selalu aja bikin aku bahagia, dia tahu apa yang aku butuhkan, dan selalu ngasi perhatian-perhatian kecil untuk ibu mertuanya ini." Mama Ningsih mulai menyanjung Felly, dari suaranya dia tampak sangat bersemangat membicarakan iparku tersebut, bahkan sampai mengungkit-ungkit yang konon katanya mantan model terkenal.

"Emang kak Nadia gak pernah ngasi perhatian?"

"Preet, ngasi perhatian? Nanya kabar aja gak pernah!"

Ya, Allah ...

Untuk sejenak aku menahan napas, dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan aku pun menangkup dadaku yang semakin teriris-iris saja. Kenapa perbuatan baikku tidak berarti sama sekali? Aku yang selalu ingin dekat dengannya sudah pasti selalu mengiriminya pesan singkat di setiap waktu, meskipun dia pernah membalas satu pun pesan yang aku kirimkan, tetapi aku tidak pernah lupa menanyai kabarnya setiap hari.

"Sumpah, aku beneran gak nyangka loh," tukas Bude Hindun lagi, dia masih percaya tidak percaya dengan seluruh perkataan mama Ningsih, tetapi ibu mertuaku itu selalu berusaha meyakinkannya.

"Kasihan banget ya Mas Gio punya istri kayak Kak Nadia," komentarnya lagi, yang disetujui oleh semua orang yang ada di sana, mendengarnya hati kecilku semakin teriris saja.

"Kenapa gak disuruh cerai aja sih?" tanya seseorang.

"Susah banget pokoknya buat nyadarin Gio, tapi nih rencananya aku pengen banget nyuruh Gio buat nikahin Felly, daripada Felly nikah sama yang lain, kan mending yang nikahin adiknya si Riko." Dengan lancar dan begitu enteng mama Ningsih mengutarakannya, dia benar-benar ingin menyingkirkanku dari Mas Gio.

Pyaarrr!

Gelegar bagaikan disambar petir di siang bolong, aku tergugu saat mendengar pernyataan ibu mertuaku itu, rasanya sangat di luar dugaan. Tanah kuburannya Riko masih basah, bahkan belum mengering, tetapi mama Ningsih justru malah sudah merencanakan sesuatu yang membuatku sakit hati dan bercucuran air mata.

Ya, Allah, bagaimana mungkin dia bisa berpikir begitu?

"Emangnya Mas Gio bakal mau?"

"Kalau dia gak mau bakal aku paksa!" tukasnya tegas.

Bersambung ...

https://read.kbm.id/book/detail/eeb5ac74-d6f3-4131-b2eb-03a6b0e63f8b?af=ba3eaf10-1962-ceca-7aac-9f98ed40b3ee

#novelbagus #dramarumahtangga #membacanovel #menulis #bacanovel