Lemon8 视频下载器

从 Lemon8 应用程序下载视频和图库的最简单方法

TERGODA IPAR (8)

TERGODA IPAR (8)

桌面:右键单击并选择“将链接另存为...”进行下载。

PHOTOS
TERGODA IPAR (8) JPEG 下载

Aku terbangun di pagi hari. Mataku mengerjap melihat sekitar. Aneh, bukankah semalam aku tidur di sofa ruang televisi. Lalu kenapa aku bisa berada di kamar?

Lalu, dimana selimut Firman? Bukankah semalam Firman menyelimutiku dengan selimutnya?

Aku melihat ke arah suamiku yang sudah berpakaian rapih.

"Mas, kenapa aku bisa disini? Bukankah—" belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Mas Hendra sudah menjawabnya. "Aku yang memindahkanmu."

"Kau?" tanyaku.

"Iya, tumben sekali kau menonton televisi sampai ketiduran. Tidak seperti biasanya." ucap Mas Hendra sambil memakai dasi di lehernya. Dia menatap wajahku dari pantulan cermin.

"Aku—aku semalam tidak bisa tidur, jadi mencoba untuk menonton televisi dan malah ketiduran." sahutku. Kupaksakan untuk tersenyum. Agar Mas Hendra tidak curiga bahwa aku tidak bisa tidur karena memikirkan Firman.

Aku bergeming, benarkah semalam hanya mimpi? Tapi k3cu-p4n itu terasa nyata.

Aku mendadak kecewa, jika itu semua benar hanya mimpi. Itu artinya Firman masih marah padaku.

Aku melihat ke arah jam dinding. Oh ya ampun! Ternyata aku kesiangan. Aku belum menyiapkan sarapan untuk Mas Hendra dan juga Firman.

Aku segera turun dari r4n-j4ng, namun Mas Hendra malah menghentikanku. "Kenapa kamu buru-buru seperti itu, Win?"

Langkahku terhenti, kemudian menoleh ke arahnya. "Membuat sarapan untukmu dan juga Firman." kataku, sambil mengulum bibir.

"Tidak perlu, ini sudah siang. Aku bisa sarapan di kantor. Lagi pula Firman juga sudah berangkat sejak pagi tadi." terangnya. kemudian menyambar tas kerja, lalu pergi keluar kamar meninggalkanku. Tanpa pamit dan memberiku k3cu-p4n seperti di sinetron ikan tongkol.

Aku menghela napas panjang. "Ah ... Kenapa semua orang di rumah ini marah padaku?!" Aku memijat pelipis, kepalaku terasa pusing. Mungkin karena aku yang kurang tidur semalam.

Aku bergegas mandi dan memakai baju. Tak perlu mengaplikasikan make up sebab aku sudah menggunakan skincare.

Karena jam sudah menjelang siang, aku tidak akan pergi kepasar untuk membeli bahan masak. Aku akan menghampiri abang-abang sayur bernama Saiful Jamal. Biasanya jam segini Bang Jamal akan mangkal di depan kompleks.

Aku segera merapihkan pakaianku. Disana sudah ada beberapa ibu-ibu yang sedang memilih sayur-mayur.

"Selamat pagi, Ibu-ibu." sapaku, berusaha tersenyum seramah mungkin.

Mereka yang semula berbisik-bisik melihat kedatanganku langsung terdiam.

"Eh, Bu Winda." balas mereka.

"Tumben Bu Winda nggak ke pasar," celetuk Bu Syahrini. Tetanggaku sekaligus temannya Mbak Santi—kakak iparku.

"Kesiangan, Bu." jawabku sekenanya. Ya benar, aku memang jarang membeli bahan baku masak di abang-abang sayur. Semenjak belum di berikan anak aku jadi menjaga jarak, menjauh dari tetangga. Tak ingin mendengar pertanyaan-pertanyaan mereka yang malah terdengar sebagai cemoohan.

Aku membalas mereka dengan tersenyum, sambil mulai memilah sayuran yang akan aku beli.

"Oh iya Bu Winda, denger-denger katanya adiknya Pak Hendra tinggal di rumahmu, ya?" Kali ini Bu Ashanty yang bertanya.

Aku langsung mengangguk. "Iya, Bu."

"Memangnya, Bu Winda, gak risih tinggal bersama ipar?! Em maksudku biasanya tinggal bersama ipar lawan jenis pasti merasa risih."

"Risih ke—kenapa Bu? Adik ipar saya baik kok. Gak pernah macam-macam." Aku sedikit kesulitan mengucapkannya.

"Ya gak papa, soalnya banyak kejadian tuh, Pasangan suami-istri selingkuh sama ipar sendiri."

Glek!

Aku menelan ludah mendengar pernyataan Bu Syahrini. Akhir-akhir ini aku dan Firman memang sudah berbuat hal yang di luar batas. Apalagi aku sudah melihat aset Firman, dan Firman juga telah melihat aset berhargaku.

Aku bergegas mengambil apa saja yang ada di depanku. Lalu membayarnya pada Bang Saiful Jamal.

"Maaf, ya, ibu-ibu. Saya permisi dulu. Sudah siang." ucapku.

"Hem iya." Jawab mereka kompak.

Aku segera pergi meninggalkan tempat itu dan berjalan cepat menuju rumah. Namun belum sempat sampai di rumah aku tak sengaja menabrak seseorang.

BRUK!

"Ahh, maaf!" ucapku.

"Tidak apa-apa, lain kali hati-hati."

Aku berjongkok memunguti belanjaanku yang terjatuh kemudian mendongak. Ternyata itu Luna Maya—tetanggaku yang lain.

"Sekali lagi saya minta maaf, Bu."

"Iya, Win. Santai aja. Kok buru-buru banget sih, mau kemana?"

"Mau masak Bu, permisi." Aku segera pergi dari sana sebelum Bu Luna bertanya yang aneh-aneh.

Saat tiba di teras aku segera membuka knop pintu dan masuk ke dalamnya. Napasku sedikit terengah. Huh—! Akhirnya aku sampai juga di rumah, jadi tak perlu mendengarkan ucapan tetanggaku yang terkadang ada benarnya.

KREK!

Aku sedikit terkejut melihat Firman yang keluar dari kamarnya. Firman pun sama dia terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba.

"Firman?! Kau—?" ucapanku tergantung. Firman yang langsung paham arah pertanyaanku pun langsung menjawab, "Aku pulang karena ada sesuatu yang ketinggalan. Jadi aku kembali untuk mengambilnya, Mbak."

"Hem, begitu. Aku pikir kau tidak bekerja." Aku menunduk, sedikit canggung.

"Baiklah, aku harus segera kembali." Firman mengangkat sudut bibir membentuk lengkungan. Dia berjalan menuju pintu keluar. Namun sebelum itu aku menarik tangannya.

"Firman, Mbak minta maaf. Semalam Mbak telah menamparmu." lirihku.

Langkah Firman terhenti kemudian menoleh ke arahku. Dia berbalik menghadapku. Firman mengangkat sudut bibir kemudian berjalan mendekat. Aku menjadi gelagapan kemudian berjalan mundur ke belakang, Firman terus maju dan aku terus mundur hingga terpentok ke tembok.

Firman mengunciku dengan menaruh kedua tangannya pada dinding tembok. Aku memejamkan mata erat. Apa yang hendak Firman lakukan. "Aku sudah memaafkan Mbak Winda, walaupun Mbak tidak meminta maaf sekalipun. Maaf telah membuatmu susah tidur semalam."

Mataku langsung mengerjap menatapnya lekat. "Jadi kau—" aku menunjuknya dengan jari telunjukku, Ssstttt! Seketika jariku tenggelam dalam genggaman tangan Firman.

Firman menyentuh wajahku kemudian meng3-lusnya. Aku memejamkan mata menikm4ti s3n-tuh4nnya.

"Jadi bagaimana?"

Mataku langsung terbuka. "Apanya?"

"Apa Mbak Winda memiliki perasaan yang sama? Di ... Sini." terangnya menunjuk ke arah dadaku.

Deg deg deg!

Degup jantungku berdetak kencang.

"Pertanyaan macam apa itu. Tentu saja aku ... aku—" belum sempat aku menjawab pertanyaannya. Firman telah membungkamku dengan b1-birnya.

Drrttt Drrttt Drrtt.

Dering ponsel Firman berbunyi, dia segera berhenti. Kemudian mengambil ponselnya yang berada di saku celana.

"Halo?"

"Baiklah. Ya, aku sudah menemukannya. Aku akan segera kesana. Hem."

Napasku masih terengah-engah. Aku merapihkan bajuku yang sedikit berantakan lalu menyeka sudut bi-b1rku yang masih basah.

Firman melirik ke arahku. Kulihat d4-d4nya juga masih naik turun. "Mbak, maaf aku harus segera pergi. Em—terimakasih untuk vitaminnya."

Hah! Vitamin? Vitamin apa? Mataku langsung mengerjap. Belum sempat bertanya Firman sudah pergi keluar.

________________

Judul : TERGODA IPAR

Penulis : RAFASYA

Baca kelanjutannya di aplikasi KBM App.

#myonething #takemymoneybrands #backtocampus #Lemon8Leaderboard #skincareroutine #lemon8skintest #whatsinmybag #myglowupjourney #fyp #fashion