Lemon8 Video-Downloader

Der einfachste Weg, Videos und Galerien von der Lemon8-App herunterzuladen

BIDADARI ITU TERLUKA (6)

BIDADARI ITU TERLUKA (6)

Desktop: Klicken Sie mit der rechten Maustaste und wählen Sie zum Herunterladen "Link speichern unter...".

PHOTOS
BIDADARI ITU TERLUKA (6) JPEG Herunterladen

(6) Bidadari itu Terluka

"Kamu hamil?" tanyaku spontan dengan dada gemuruh menyusul Mas Hal dan Dinda yang sedianya baru saja membuka kamar ruang tamu.

Mas Halim dan Dinda pun langsung menoleh tentu saja dengan wajah memerah di pihak perempuan. Namun Mas Hal, hah pintar sekali dia bersandiwara kali ini.

"Kita bicara setelah kamu tenang, ya," ucapnya santai tanpa melihat bagaimana amarahku yang sudah di ubun-ubun.

"Masuklah dulu, aku akan bicara sebentar dengan Mba-mu." Apa aku tidak salah dengar? Sejak kapan aku memberinya ijin memanggil Mba? Aku yang memberinya pekerjaan menjadi guru di pondok pesantren keluarga suamiku.

"Kita bicara bertiga."

"Dinda lelah, sejak jam 1 pagi dia sudah bangun dan siap-siap. Jadi, kita saja yang bicara kalau memang kamu ingin kita bicara. Ada dia atau tidak, tak ada bedanya." tangkis Mas Hal.Bukankah di sini sudah terlihat, bagaimana dia timpang sebelah? Pikirku.

"Belum sehari kamu menikah resmi tapi sudah membelanya mati-matiian. Kamu rela dijadikan tameng untuk pernikahan yang kalian jalani? Haha, hebat sekali!" Dia hanya tersenyum. Senyum manisnya yang dulu berubah jadi menjijikkan sekarang buatku.

"Aku imam kalian berdua, sudah selayaknya aku melindungi kalian berdua. Tak ada yang kubedakan, itu hanya perasaanmu saja."

"Kalian berzina atau nikah siri?" tanyaku to the point.

Namun tiba-tiba.

"Bundaaa...Ayaaah," Panggil Salma dan Salwa serentak. Mereka pulang dari sekolah. Anakku sekolah full day, jam lima sore mereka baru sampai rumah. Mas Halim menjawab dengan lambaian tangan dan tawa lebar.

Segera kuhapus jejak air mata dan meredakan amarahku kemudian aku menoleh.

"Hai Sayang, gimana sekolahnya?"

"Baik, Bunda sama Ayah lagi ngapain di sini?"

Situasi kami memang sangat canggung. Berada di depan ruang tamu. Aku sedang mencari jawaban namun Mas Hal justru

"Mandi dan ganti baju dulu, yuk. Terus makan, Ayah siapkan ya," ujar Mas Hal yang sudah berdiri di depan putri kembar kami. Dengan tutur katanya yang lemah lembut dan ceria di hadapan kedua putrinya membuat dua anak itu selalu dekat dengan ayahnya.

Mereka berdua menurut lalu menuju kamarnya. Mas Hal melihat kearahku kemudian mendekat dan bicara pelan.

"Kita bicarakan setelah makan ya sekaligus akan kukenalkan Dinda pada mereka. Aku yakin mereka anak yang sholihah, pasti mengerti." Spontan dia melayangkan kecupan dan menyusul ke kamar anak-anak.

Kuhapus bekas bibir yang menempel di keningku. Menuju kamar dan ke kamar mandi. Aku siram bekasnya dan kugosok dengan sabun mandi. Aku mual, aku jijik, tak sudi lagi tangan kotor itu menyentuhku.

Aku berdiam diri, menghadap cermin. Aku masih cantik, kulit wajahkupun masih kencang. Tapi kenapa Mas Hal tidak bersyukur memiliki istri sepertiku. Kulirik ponselku yang berkedip tiada henti. Ratusan notifikasi masuk, aku yakin hari ini sedang trending.

Kepalaku pusing. Aku terlalu banyak menangis. Tanpa kusadari aku tertidur. Hingga terdengar suara pintu diketuk. Tak biasanya aku mengunci pintu kamarku. Tapi semenjak tadi sore aku kunci rapat-rapat termasuk jendala kamarku.

"Sayang ini aku, bisa tolong bukakan pintu?" tanya Mas Halim lantang dibalik pintu meminta untuk dibukakan. Aku melirik jam di atas nakas. Hah? Jam 8 malam? Ya Allah, aku melewatkan sholat maghrib dan Isya. Aku menuju pintu.

"Ada apa? Aku lelah." Mas Hal... Menerobos masuk saat aku hanya membuka celah pintu itu.

"Malam ini aku tidur di sini," ujarnya seraya berbaring di kasur kami. Bahkan semalam kami masih memadu kasih bagaimana bisa paginya dia menikahi wanita lain dan sekarang? Dia ingin menghabiskan malam denganku? Apa dia sedang melucu?

"Aku ingin sendiri, bukankah ini malam pertamamu dengan Dinda. Oh maaf aku salah, kalian sudah malam pertama. Bagaimana rasanya? Menyenangkan bermain bersama gadis?" Sindirku.

"Sama saja denganmu. Aku tak merasa bagaimana-bagaimana, karena kalau sudah menikah aku punya kewajiban menafkahi istriku lahir batin."

Aku mendesis.

"Kesinilah, sehari ini kita belum berpelukan!" Katanya sambil membuka tangannya. Jika biasanya aku langsung menghambur kini aku jijik melihat tingkahnya.

"Kamu berdosa menolakku. Tidak ada dosa bagi pria menikah lagi, tapi Allah murka dan malaikat melaknat jika kamu menolak ajakanku." Pelan namun tegas terdengar di intonasi Mas Halim.

"Menikah lagi memang tak dosa bagi pria tapi tanpa sepengetahuan istri itu namanya selingkuh."

"Tidak ingatkah semua yang kamu sampaikan ke para jamaah kajianmu, Sayang."

"Jangan playing victim dengan membalikkan keadaan dengan dalih ucapanku. Aku rasa Mas bisa membedakan itu." Balasku.

Mas Halim berdiri dari ranjang dan mendekatiku.

"Aku tidak selingkuh, Dinda kunikahi dengan syarat dan akad sesuai syariat. Jadi, bukankah menerima dengan ridho adalah pilihan yang paling baik? Seperti yang sering kamu katakan di kajianmu?" ucap Mas Halim tepat di depan wajahku.

"Aku akan melakukan tugasku dengan baik, adil dan tak pilih kasih. Aku mencintai kalian berdua karena Allah jadi sudahi dramamu, Karina Sayangku. Baiklah, jika kamu tak mau. Aku akan keluar dari kamar ini. Kamu bisa memanggilku di ruang tamu. Kalau menginginkanku kembali. Muach." Kecup Mas Halim di keningku usai mengucapkan kalimat khas buaya darat yang berbalut kitab.

"Jadi benar, Dinda hamil?" tanyaku kembali memastikan.

Dia berbalik...

**klik LINK YUK UNTUK CERITA SELENGKAPNYA

#Lemon8 #Lemon8Leaderboard #fyp #ViralOnLemon8