Lemon8 Video-Downloader

Der einfachste Weg, Videos und Galerien von der Lemon8-App herunterzuladen

Menantang Azab

Menantang Azab

Desktop: Klicken Sie mit der rechten Maustaste und wählen Sie zum Herunterladen "Link speichern unter...".

PHOTOS
Menantang Azab JPEG Herunterladen

"Ayah mesra dengan wanita lain di depanku. Apa yang sebenarnya terjadi?

BAB 1. Kenyataan Pahit

Bukankah itu, Ayah? Tapi, Ayah dengan siapa? Gumamku memicingkan mata, melihat ke arah dalam sebuah restoran yang berada di dalam mol. Dimana dinding restoran tersebut terbuat dari kaca yang tebal. Sehingga siapapun yang melintas dapat melihat ke area dalam restoran.

“Kenapa, Ver?” tanya Jessica menghentikan langkahnya dan berdiri di sebelahku.

“Kamu liatin apa, sih?” tanya Clara ikut menghentikan langkahnya dan mengikuti arah pandangan mataku.

“Itu bukannya Ayah kamu, Ver?” tanya Jessica lagi.

“Tapi kayaknya bukan sama Bunda kamu, tuh,” ucap Aura si centil yang usil.

Aku melihat Ayah menyentuh sudut bibir wanita di hadapannya dengan salah satu ujung jarinya. Seperti di film-film romantis yang sering aku tonton, di mana seorang pria menyingkirkan sisa saus yang tertinggal di sudut bibir sang wanita lalu menatapnya dengan tatapan memuja.

Apa-apaan Ayah. Kelakuannya sangat memalukan! Sok romantis! Sama Bunda aja nggak pernah begitu. Apa Ayah sedang jatuh cinta? Aku harus ke dalam dan melihat reaksi Ayah jika kami bertemu.

“Wah, jangan-jangan Ayah kamu selingkuh, Ver!” celetuk Aura yang langsung menutup mulutnya. Aku hanya melirik sekilas dengan lirikan tak suka.

“Hush! Kamu apa-apaan sih Ra. Kalau ngomong jangan sembarangan! Nanti bisa jadi fitnah. Mungkin saja itu teman Om Chandra,” timpal Clara menggeplak lengan sahabatnya itu.

“Teman apa teman? Teman kok perlakuannya seperti itu,” ucap Aura seperti menyiram bensin dalam kobaran api yang menyala yang membuatku semakin terbakar emosi.

“Kalian tunggu di sini, aku akan menemui Ayahku!” ucapku meninggalkan mereka dan bergegas masuk ke dalam restoran.

“Eh, Ver jangan. Vero …” panggil Clara.

Namun, aku tak memedulikan panggilannya. Aku terus berjalan masuk ke dalam restoran. Menghampiri sepasang pria dan wanita yang dugaanku tengah kasmaran. Karena melihat interaksi mereka yang begitu manis.

“Ayah!” panggilku pada lelaki paruh baya yang tersenyum menatap wanita di hadapannya.

“Ve … Vero?” ujar Chandra-- ayahku membulatkan mata dan mulutnya karena kaget. Seolah-olah aku ini hantu yang menakutkan. Untung di dalam restoran. Andai Ayah makan di pinggir jalan, bisa-bisa seekor lalat akan masuk ke dalam mulutnya yang terbuka lebar.

“Kok kamu bisa ada di sini, Nak? Kamu sama siapa?” tanya Ayah yang dengan cepat dapat mengontrol dirinya sambil memindai sekelilingku karena aku tak langsung menjawab pertanyaannya.

“Seharusnya, aku yang nanya ke Ayah. Kok Ayah bisa ada di sini? Bukannya Ayah izin sama Bunda, kalau Ayah ada urusan mendadak di kantor? Apa ini yang Ayah maksud dengan urusan mendadak? Berduaan dengan wanita dan mesra-mesraan!” ucapku emosi dan menatapnya kecewa.

“Siapa perempuan ini, Yah? Apa dia calon Ibu tiriku?” ucapku tak dapat mengontrol diri.

“Apa maksud kamu bicara seperti itu, hah! Jaga ucapan kamu. Dasar anak tidak tau sopan santun. Sekarang juga kamu pulang!” Usir Ayah.

“Aku tidak akan beranjak dari sini sebelum Ayah jelaskan ada hubungan apa Ayah dan wanita ini,” tanyaku tak peduli dengan tatapan tajam Ayah.

“Namanya Kania. Panggil dia Tante Kania!” ujar Ayah.

“Kami di sini lagi membahas proyek yang akan kami kerjakan. NGO tempatku bekerja akan mengadakan kerja sama dengan pihak pemerintah. Karena itu kami akan sering bertemu. Aku harap kamu tidak salah paham.” Jelas Kania setenang mungkin. Aku salut dengan kontrol emosi yang dimiliki Tante Kania.

“Oh ya? Apa Anda yakin, tidak tertarik dengan Ayahku? Ayahku, tampan dan mapan, loh,” sinisku.

“Vero!” jaga mulut kamu!” ucap Ayah dengan nada bicaranya yang naik satu oktaf.

“Nggak papa, Mas. Eh, maksud saya, Pak.” Ucap Kania sedikit salah tingkah.

“Mas?” gumamku pelan. “Jadi manggilnya Mas atau Pak?” aku melirik Tante Kania.

“Nggak papa kok Tante manggil Ayahku dengan sebutan Mas, biar semakin akrab kedengarannya. Bukankah begitu, Yah? Tanyaku menatap Ayah yang terlihat sangat marah padaku.

“Maafkan aku,” ucap Kania sambil menunduk.

“Yah, apa memang tradisi di kantor Ayah, kalau rapat harus ngajak kliennya makan siang berduaan, ya?” ucapku sinis melirik Ayah.

Aku yakin ucapanku akan membuatnya semakin marah dan tersinggung. Tetapi aku tak peduli sama sekali. Aku harus mendapatkan jawaban. Ada hubungan apa antara Ayah dan Tante Kania. Aku tak percaya jika mereka hanyalah rekan kerja.

“Vero! Cukup!” bentak Ayah.

“Apa maksud kamu bicara seperti itu, hah!” bisik Ayah tepat ditelingaku. Aku melihat dia mengepalkan kedua tangannya. Aku yakin, andai ini bukanlah tempat umum, Ayah pasti akan menampar mulutku. Aku menyadari jika aku terlalu lancang padanya. Amarah dan pikiran buruk tengah menguasaiku. Aku tak lagi bisa mengontrol lidahku agar berkata yang baik. Aku tak bisa lagi menunjukkan sikap yang sopan, berbudi pekerti dan berakhlak mulia. Semua tata krama yang Bunda ajarkan padaku sejak kecil, lenyap seketika.

“Kamu jangan bikin malu Ayah. Apa ini yang diajarkan Bunda kamu, hah! Sekarang lebih baik kamu pulang!” usir Ayah yang terlihat menahan amarah, hingga wajahnya memerah. Ayah juga terlihat menggertakkan giginya dan menatapku tidak suka. Seakan-akan aku ini musuhnya, bukan anaknya.

“Haa … jadi Ayah ngusir aku? Berarti benar dugaanku bahwa Ayah ada hubungan dengan wanita ini!” cecarku, menatap Ayah nyalang. Lalu mengalihkan tatapanku pada Kania yang segera berdiri mensejajarkan tingginya denganku.

“Tante Kania yang terhormat, apa kamu nggak tau, kalau Bapak Chandra Husein ini telah memiliki seorang anak dan istri?” tanyaku menatapnya dengan tatapan kecewa.

“Vero! Jaga sikap kamu! Lebih baik kamu pergi dari sini sebelum Ayah …” bentak Ayah yang hampir saja melayangkan sebuah tamparan ke wajahku. Sehingga mengundang perhatian pengunjung lain.

“Sebelum Ayah apa? hah! Ayah mau nampar aku? Silakan, nih!” ucapku mendekatkan pipi kanan ke arah tangan Ayah yang tengah menggantung di udara. “Jadi benar wanita ini selingkuhan, Ayah?” tanyaku frontal.

“Heh! Perempuan gatal! Lain kali kalau mau menggatal jangan dengan suami orang. Masih banyak noh laki-laki bujangan di luar sana. Kecuali jika kamu ingin merusak rumah tangga wanita lain,” ucapku brutal tanpa peduli dengan tatapan orang-orang yang menonton drama kami.

Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipiku yang mulus. Aku terperanjat tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Aku menatap Ayah dengan tatapan terluka. Lalu tanpa berkata apapun, aku pergi begitu saja.

“Vero!” panggil Ayah sedikit berteriak.

Namun, aku tak memedulikan panggilannya. Aku terus saja berlalu keluar dari restoran tanpa mau menoleh kembali ke belakang. Aku keluar menghampiri teman-temanku dengan memegangi pipiku yang terasa panas dan perih akibat tamparan Ayah. Hatiku berkecamuk, antara marah, kecewa dan terluka semua menjadi satu dalam waktu yang bersamaan.

Aku pastikan Ayah akan menyesal pernah melakukan ini padaku, lihat saja apa yang akau aku lakukan padamu, Ayah!

Judul : Menantang Azab

Penulis : Leni Rusli

Platform : KBM Aplikasi