Lemon8 Video Downloader

The easiest way to download video and gallery from Lemon8 app

Seatap dengan Mantan Suami

Seatap dengan Mantan Suami

Desktop: Right-Click and select "Save link as..." to download.

PHOTOS
Seatap dengan Mantan Suami JPEG Download

Bab 1

------

Perpisahan bukan berarti berhenti menyatukan dua hati. Hanya saja ... Buat apa dipertahankan, jika ada hati yang terus tersakiti?

~Ahsanu Maqila~

🌾🌾🌾

“Maafkan aku, Mas. Aku benar-benar udah nggak bisa lanjutin pernikahan ini. Seharusnya dari awal aku dengerin apa kata Mbak Vidya kalau kita baiknya fokus kuliah dulu. Ya … semua emang salahku, yang mendesak agar segera kamu nikahin sampai Papa bilang aku kayak cewek nggak laku.”

“Nggak, La. Aku juga sangat menginginkan kamu.”

“Nggak! Aku lah yang mendesak terus. Mas Sya’en pernah bilang kan, nanti aja kita nikahnya habis aku selesai kuliah dan Mas Sya’en udah mapan. Akunya yang naif, takut dosa kalau pacaran terus. Tapi, sekarang aku tahu akibatnya melawan mereka. Sekarang, aku mengaku kalau aku kalah dan mereka yang menang. Karena … Mas tahu sendiri kan, semua kebutuhanku, kuliahku, semuanya masih Mama dan Papa yang nanggung. Gaji Mas sendiri yang hanya seorang guru honorer nggak bisa menutup semuanya. Aku sudah memikirkan solusinya jauh-jauh hari. Bahwa—baiknya kita memang berpisah. Kembali fokus kuliah dan meraih cita-cita.”

“Kamu tau perceraian itu sangat dibenci Allah kan, La? Mampu menggoncangkan arsy-nya Allah.”

“Ya … aku tahu. Tapi jika dijalanin, kita sendiri yang akan tertekan. Ekonimi kita nggak bagus. Papa dan Mama akan terus menyudutkan Mas dan melukai harga diri Mas Sya’en.”

“Nggak apa-apa kok. Wajar kalau beliau seperti itu. Orang tua mana yang tega melihat putrinya hidup dalam kemiskinan. Tapi, aku mohon pertimbangkan lagi keputusan kamu itu, La. Aku yakin kita akan bisa melewati semua ini. Semua butuh proses. Tidak ada orang sukses dengan cara ongkang-ongkang kaki. Aku memang dilahirkan dari keluarga miskin. Tapi tolong kasih aku waktu. Aku akan berusaha lebih keras lagi. Aku—”

“Selama ini, Mas sudah berusaha keras. Mas udah banting tulang. Nanem cabe, sayuran, buah-buahan. Hanya aku saja yang belum siap dengan semua proses ini. Aku ngerasa … kayak … masih harus fokus belajar dulu aja. Selama ini aku udah banyak nyakitin hati Mas Sya’en, nuntut ini itu. Kayaknya bener kata Mama, aku ini belum dewasa. Aku takut ketidakdewasaanku akan terus menyakiti Mas Sya’en. Mas udah banyak bersabar sama aku.”

“Dan aku bisa terus bersabar asal kamu tetep mau jadi istriku. Jangan pernah berpikir kamu nyakitin aku.”

“Aku udah sering nyakitin Mas. Aku nggak mau nambah lagi.”

“Ya udah aku maafin.”

“Aku mau bercerai.”

“Kamu mencintai aku nggak sih, La?”

“Aku cinta. Banget. Dan aku nyaman. Mas adalah lelaki paling sabar yang pernah aku temui. Gini loh, Mas … perceraian ini untuk sementara aja.”

“Maksudmu?”

“Aku pengen kita ketemu lagi saat sama-sama sudah siap. Mas sudah mapan dan aku juga berhasil menggapai cita-citaku. Sehingga kita nggak terus-terusan disalahin dan disudutkan oleh keadaan. Mama nggak terus-terusan memandang rendah Mas Sya’en. Mungkin benar, kita nikah di timing yang nggak tepat. Jadi … kita mundur dulu. Terus nikah lagi kalau udah bener-bener siap.”

“Mana bisa kayak gitu, La? Gimana kalau di tengah jalan aku atau kamu berubah pikiran? Salah satu dari kita nemuin orang yang membuat hati kita berpaling?”

“Ya … udah, berarti kita nggak jodoh. Tapi aku yakin kok, kalau hati kita nggak akan berubah.”

“La ….”

“Tolong ucapkan talaq untukku, Mas. Sekarang. selebihnya kita urus di pengadilan.”

“Kamu yakin?”

“Yakin.”

“Baiklah … Ahsanu Maqila … aku ….”

Qila mengerjap pelan. Satu hembusan napas ia loloskan. Berusaha mengalihkan tatap pada rapatnya bangunan di balik kaca jendala bus yang ia tumpangi. Penggalan dialog tiga tahun yang lalu menyerbu ingatannya lagi. Membuatnya tenggelam dalam lamunan panjang. Lalu, rasa sesak hadir kembali di dadanya. Tidak ada yang baik-baik saja setelah berpisah karena perceraian, kan? Meskipun perpisahan itu dilalui dengan cara baik-baik. Tidak ada kebencian, kemarahan, dan dendam yang menyertai.

Dan … Qila. Harus ia akui jika masih sangat mencintai pria itu—yang setelah bercerai tidak ia ketahui dimana rimbanya. Sya’en, pria kurus dan miskin, tapi memiliki kesabaran seluas lautan itu seperti hilang di telan bumi dan menghilang tanpa jejak. Dia memilih pergi jauh tanpa memberi kabar apapun setelahnya. Dia bahkan mengganti nomor teleponnya. Padahal sudah Qila ingatkan berkali-kali sebelum mereka benar-benar bercerai jika, harus tetap ada komunikasi yang baik. Seperti rencananya yang lagi-lagi terdengar naif, dia ingin rujuk setelah keadaan mereka sama-sama membaik.

Egois.

Naif.

Childish

Tiga kata yang Qila sadari ada pada dirinya. Namun apapun yang ia lakukan, menurutnya itu untuk kebaikannya dan Sya'en. Meskipun ia sendiri diliputi rasa takut. Takut kelak tidak akan pernah menemukan pria sebaik dan sesabar Sya’en. Maka dari itu ia hanya ingin lepas sementara, lalu kembali pada pelukan pria itu di waktu yang tepat.

Namun, setelah kehilangan pria itu selama tiga tahun, masih bisakah harapannya menjadi nyata?

Dimana dia bisa menemukan pria itu lagi?

Kalaupun bisa bertemu kembali, bagaimana jika Sya'en sudah menikah lagi? Menemukan wanita lain yang lebih baik... Darinya?

bersambung

Baca maraton yuk di aplikasi KBM App lebih seruuuu

sudah tamat di sana 😍😍

#novel #cerbung #romance #cerita #kbmapp #Romantis