Lemon8 视频下载器

从 Lemon8 应用程序下载视频和图库的最简单方法

Novel Horor Misteri Anak Kuyang

Novel Horor Misteri Anak Kuyang

桌面:右键单击并选择“将链接另存为...”进行下载。

PHOTOS
Novel Horor Misteri Anak Kuyang JPEG 下载

Anak Kuyang 1

Setelah sepuluh tahun tinggal di kota, aku kembali ke desa ini. Desa di mana ibuku dimakamkan.

Tak kupedulikan risiko tersulutnya kembali amarah warga setelah melihatku. Anak seorang tertuduh pemilik ilmu turunan kuyang.

Pukul sepuluh pagi.

Tepat di jalan masuk, aku bertemu seorang pemuda seusia yang sangat aku kenal. Farhan. Teman kecilku di desa ini. Aku tak lupa padanya. Entah dia.

“Rosi?” Farhan menyalamiku. Ternyata dia tak lupa padaku.

“Iya, kamu Farhan, kan?” Kusambut uluran tangannya yang menjabat erat tanganku.

“Setelah sekian lama ya, Ros! Kamu pulang juga!”

“Iya. Semoga orang-orang di sini tak mengamuk.”

“Oh, tentu tidak. Jangan kamu pikirkan lagi kejadian yang lalu.”

Farhan mengajak aku duduk di tembok teras pembatas pos yang hanya setinggi pinggang.

“Kamu mau tinggal di sini atau hanya berkunjung, Ros?”

“Hanya berkunjung. Aku tak punya alasan kembali ke sini kecuali berziarah ke makam Ibu. Kalau perlu aku tak menginap. Rumahku juga mungkin sudah tidak ada.”

“Kalau kita ke rumahku dulu gimana? Mungkin bapakku bisa menjelaskan soal rumahmu. Bapak jadi RT sekarang.”

Aku berpikir sebentar. Tak ada salahnya juga aku mengikuti ajakannya. Pak Rauf orang baik. Seingatku, dulu dia salah satu orang yang tak ikut menghakimi Ibu.

“Boleh juga.”

.

Sepanjang perjalanan, kami memulai keakraban. Saling bertanya kabar, sesekali mengenang masa kecil yang bagiku sangat bahagia. Usia sepuluh tahun saat aku dibawa oleh Pak Alwi—penjual hasil kebun warga ke kota. Aku dititipkan ke panti asuhan saat itu.

“Itu rumahku. Kamu ingat waktu kita berdua dikejar angsa sampai aku tak berani pulang, lalu Bapak menjemput aku di rumahmu?”

“Haha! Iya. Itu hari pertama Pak Rauf beli angsa, ya?”

“Iya. Haha!”

Saat melihat rumah Farhan, aku benar-benar tak merasa asing. Semua masih lekat di kepala karena tak ada perubahan.

“Rosiii!” seru Mak Siti—ibunya Farhan. “Sudah besar kamu sekarang. Tak nyangka kamu mau kembali ke sini.”

Aku mencium tangan Mak Siti dan membalas pelukannya.

“Iya, Mak. Mau liat makam Ibu.”

“Rosi! Ayo masuk!” Pak Rauf juga menyambut dengan ramah.

.

“Saya ke sini cuma mau liat makam Ibu, Pak. Kalau ada rezeki nanti saya pindahkan ke kota.” Aku mengutarakan maksud kenapa datang ke desa yang penuh dengan kenangan pahit ini.

Aku dan Pak Rauf duduk berhadapan di kursi ruang tamu. Kami hanya berdua karena Farhan keluar dan Mak Siti ke dapur.

“Oh, ehm. Begini, Ros. Jadi dulu itu sebenarnya ada salah paham. Jadi warga salah tuduh. Saya pikir tak perlu kamu pindahkan makam ibumu. Biarlah di sini.”

“Maksudnya, Pak?”

“Iya. Setelah kepergian ibumu dan setelah kamu dibawa ke kota oleh Pak Alwi, teror kuyang itu masih ada. Muncul setahun sekali di bulan Muharam. Jadi jelas bukan ibumu pelakunya.”

Aku menunduk. Aku sebenarnya tak mau lagi mengingat permasalahan itu. Ibuku meninggal setelah depresi karena diintimidasi. Diusir dari desa hingga sakit mendadak ketika akan pindah. Mungkin aku terlalu lemah hingga menyulut dendam pun aku tak sanggup. Aku menerima kepergian Ibu sebagai takdir yang memang harus terjadi. Cerita Pak Rauf hari ini hanya mengulik luka lama.

“Apa pun itu sudah terlewat, Pak. Saya tak mau mengingatnya. Cukup saya anggap itu adalah takdir. Selesai.”

“Tapi kami beberapa kali mengadakan pertemuan soal kesalahan itu. Apalagi kebetulan sekarang juga musim kuyang itu. Tiap malam desa ini diteror oleh kepala terbang dengan usus menjuntai. Warga selalu mengingat ibumu dan merasa bersalah. Rumah peninggalan bapakmu juga dirawat sampai sekarang. Kuncinya ada sama saya.”

Aku tak menyangka, aku masih memiliki rumah di sini. Jika sambutan warga di sini baik, mungkin aku bisa mengubah rencana untuk tinggal beberapa hari di sini, di rumahku sendiri. Rumah itu milik Bapak yang sudah lebih dulu pergi saat aku masih sangat kecil.

“Saya tak pernah mempermasalahkan masa lalu. Sedih, jelas iya. Tapi untuk marah dan dendam tentu tidak. Terima kasih sudah merawat rumah saya. Mungkin saya bisa tinggal di desa ini beberapa hari. Soal kuyang yang kata Bapak tadi sedang muncul, apa belum pernah tertangkap?”

“Ya kami kira bukan berasal dari desa ini. Belum pernah tertangkap juga. Jadi warga cuma jaga rumah yang ada bayinya karena sasarannya itu bayi. Sulit menangkap hantu itu karena bisa menghilang.”

Setelah bercerita panjang lebar dan hari semakin siang, aku pamit.

“Ya baiklah, Pak. Saya izin ke makam Ibu. Mungkin Bapak bisa antar?”

“Oh, tentu. Sekalian ke rumah kamu. Saya yakin kamu betah karena rumah itu benar-benar terawat. Nanti malam saya mau membuat pertemuan dan mengumpulkan warga. Kedatangan kamu kembali harus diketahui oleh semuanya. Nanti saya mewakili warga meminta maaf secara resmi ke kamu atas fitnah yang pernah diterima ibu kamu.”

“Waaah, terima kasih, Pak. Tapi saya rasa itu berlebihan. Saya diterima saja sudah cukup. Saya sudah senang karena tuduhan ke ibu saya tak terbukti.”

“Ah, tidak. Kami harus minta maaf. Kamu datanglah nanti malam setelah isya, ya. Sekarang kita ke makam dan ke rumahmu.”

.

Aku yang paling terakhir pulang dari rumah Pak RT. Ada kelegaan yang luar biasa di dada. Sambutan sejak aku datang hingga acara permohonan maaf resmi dari warga benar-benar sesuatu yang tak pernah kuduga. Benar kata pepatah, serapat apa pun tertutupnya kebenaran, akan terungkap di waktu yang tepat.

Bulan yang separuh berada di kemiringan 45° ketika aku meninggalkan tenda pertemuan. Rumah peninggalan Bapak masih harus ditempuh lima belas menit lagi. Aku sengaja melintasi jalan yang jauh memutar untuk menikmati suasana malam hari. Melewati perkebunan tebu yang rapat dan menyisakan jalan kurang dari satu meter.

Selepas melewati perkebunan tebu, aku melintasi jalan yang kiri kanannya terbentang tanaman kopi. Hanya ada satu rumah yang berdiri di kawasan ini. Seingatku, ini adalah ujung desa. Nanti akan ada tikungan yang akan membawa menuju rumahku sendiri.

Jam di ponsel yang selalu aku genggam menunjukkan angka 23:11. Sesuatu membuat aku berhenti karena kaki seakan terkunci tak bergerak.

Dari atap sebuah rumah dengan penerangan bercahaya rendah, keluar kepala berambut terurai awut-awutan tanpa tubuh. Terbang cepat dengan organ tubuh terjuntai.

Aku masih tak bisa bergerak ketika di kejauhan, terdengar teriakan-teriakan dari warga.

“Kuyaaang!”

“Kejaaar!”

“Jangan sampai lolos!”

Begitu berulang-ulang.

Aku sebenarnya tidak takut sama sekali. Aku hanya seperti dejavu di masa sepuluh tahun lalu. Masa di mana ibuku jadi bulan-bulanan kemarahan warga yang emosi karena seorang bayi hilang diculik hantu kuyang. Masa di mana tuduhan pada ibuku sebagai pelaku kejahatan dengan ilmu hitam berubah jadi penghakiman.

Setelah kaki bisa digerakkan, aku memburu ke rumah dari mana keluarnya kepala tanpa tubuh dengan organ terjuntai. Jelas, kuyang itu berasal dari desa ini.

Terkunci.

Dengan kekuatan penuh, aku mendobrak pintu rumah.

Di dalam sepi. Dari ruang tamu aku maju ke sebuah kamar yang pintunya terbuka. Aku terkesiap. Sesosok tubuh tanpa kepala terlentang lurus di lantai. Meski dari sinar lampu minyak tanah, aku bisa melihat dengan jelas tubuh seorang perempuan berbalut daster berwarna putih.

Perlahan aku mendekat. Aku tak tahu ini rumah siapa. Yang jelas, aku menemukan pelaku yang membuat ibuku jadi sasaran fitnah sepuluh tahun yang lalu. Urusan dengan warga sudah selesai. Mereka sudah minta maaf dan aku sudah memaafkan, bahkan aku tak memikirkannya. Tapi urusan dengan penyebab fitnah, tentu saja belum.

Aku jongkok di sebelah tubuh itu. Tak ada darah yang keluar dari kepala yang terlepas. Perlahan kubalikkan tubuh itu hingga punggungnya berada di atas.

Semoga saja ketika kepala itu kembali ke tubuh ini, posisinya juga terbalik sehingga akan ketahuan siapa pemilik ilmu hitam pembawa teror keresahan.

#anakkuyang #novel

#lemon8creator #Lemon8Leaderboard #takemymoneybrands #myonething #backtocampus #skincareroutine #myglowupjourney #whatsinmybag

.

Selengkapnya

https://read.kbm.id/book/detail/69a96502-edc3-4440-bd6a-d8e342b4f2aa?af=3ea618e7-2393-4d65-a0a0-aafa59189292

.