Lemon8 Загрузчик видео

Самый простой способ скачать видео и галерею из приложения Lemon8

MENERJANG TELUH (3)

MENERJANG TELUH (3)

Компьютер: щелкните правой кнопкой мыши и выберите "Сохранить ссылку как..." для загрузки.

PHOTOS
MENERJANG TELUH (3) JPEG Скачать

Akhirnya setelah cuti, aku kembali bekerja. Begitu memarkir mobil, aku lansung disapa Indira.

"Mas, baru sampai? Ah sehati kita." Ucapnya dengan senyum lebar.

"Iya, baru tiba. Gimana kabar kamu?"

"Baik, Mas."

Beriringan aku dan Indira masuk ke kantor. Aku divisi HUMAS dan dia bagian kesekretariatan. Sebelum Indira masuk ke ruangnya, dia mendekatiku.

"Mas, makan siang nanti sama Dira, ya..." Pintanya. Aku yang merasa semua adalah rekan kerja, mengiyakan saja. Paling nanti juga yang lainnya akan nimbrung makan bersama.

"Makasih, Mas!" Seru Indira dengan senangnya.

Aku lalu berbelok dan naik lift menuju lantai tiga dimana aku berkantor. Saat lift akan menutup, Hamka rekan kerjaku masuk.

"Mas, sudah kubilang jangan terlalu baik sama orang. Apalagi perempuan." Hamka mulai menasehatiku lagi.

"Cuma makan siang Hamka." Balasku padanya.

"Cuma untuk Mas. Tapi belum tentu untuk Indira. Hati-hati ajalah, Mas."

Hamka lalu keluar di lantai dua. Sebenarnya bukan Hamka seorang yang menasehatiku. Tapi, selain Indira juga aku bergaul ramah dengan semuanya.

Yah meski harus diakui kebanyakan perempuan yang bekerja di sini, bahkan yang magang sekali pun memang sering menyapaku, mengajakku ini itulah. Selama batas wajar aku tak pernah menganggap itu masalah.

Kalau pun Andini tahu, dia memang sudah kuberitahu bagaimana pekerjaanku di tambang. Tentang perempuan yang selalu mengirim pesan manis pun, Andini juga tahu. Dia pun sering berpesan padaku untuk hati-hati.

Pernah kutanyakan apakah Dini cemburu, dia tak memberikan jawaban, selain omelannya yang pecah. Yah, kuanggap dia biasa saja.

PING!

Mas, jangan lupa, ya! Nanti Dira tunggu di lobi.

Baru saja aku duduk, pesan Indira masuk. Dia sudah mengingatkan aku lagi tentang ajakannya yang kusetujui.

Aku memilih tak membalas, pastilah dia tahu aku sudah membacanya meski pun mungkin di ponselnya hanya berwarna abu dengan dua centang saja.

Aku sudah mulai mengerjakan semua hal, sampai Pak Sahil mengajakku ke lokasi.

"Ram, Yuk!"

Pak Sahil adalah bos yang begitu baik padaku. Dia layaknya bapak pada anaknya. Aku selalu dibimbingnya hingga ada dititik ini.

Bersama Pak Sahil aku melewati ruang kerja Dira. Kebetulan juga dia keluar dari sana, sembari menenteng botol minumnya.

"Mas?" Liriknya pada Pak Sahil.

"Iya, mau keluar, turun ke lokasi." Lirikku padanya. Bibir Dira mendadak manyun. Aneh kali rupanya kalau sudah manyun begitu.

"Lah, Mas ini...,"

"Iya saya ingat janji itu, tapi Pak Sahil bos saya, kan?"

"Nggak! Mas ini ingkar janji."

Dira berbalik, membanting pintu. Aku yang merasa tak punya masalah dengannya pun mengejar langkah Pak Sahil yang sudah mendekati mobil.

Kupikir Pak Sahil tidak memerhatikan. Saat di mobil, menyusuri jalan menuju lokasi, Pak Sahil menanyakan tentang Dira padaku.

"Ram, Dira dekat sama kamu?"

"Nggak, Pak. Sama saja sebenarnya sama yang lainnya." Balasku tertawa kecil, terbayang Dina di rumah.

"Batasi lah, jangan terlalu care. Perempuan itu beda memandangnya." Ucap Pak Sahil padaku.

"Dulu Bapak juga seperti kamu, berharap semua biasa. Siapa sangka malah membuat rumah tangga hampir bubar. Belum lagi isteri harus dikirimkan "sakit non medis."

Aku terdiam. Mau bagaimana menjauhi, selalu saja perempuan-perempuan itu mendekati. Bahkan tak jarang minta diisikan saldo lewat gopay, atau bahkan ada juga yang terang-terangan meminjam mobil padaku saat mereka liburan di sekitar Samarinda.

"Saya sudah berusaha membatasi, Pak. Mereka saja yang terus mencari kesempatan." Curhatku pada Pak Sahil.

"Mereka pikir mungkin kita ini sama seperti yang lainnya yang bisa digoda saat jauh dari keluarga. Hem, pokoknya jangan lepas sholat, Zikir pagi sore." Nasehat Pak Sahil lagi.

Nasehat Pak Sahil sama persis sama Mama yang selalu memberi nasehat serupa saat aku mengunjunginya di Balikpapan.

"Atau Ram kamu itu tak usah ambil jam lembur, lah. Bapak kepikir Andini. Pernah dia menanyakan kamu ke Bapak, loh. Khawatir dia."

"Iya, Pak."

"Diamnya Andini persis isteri Bapak. Kadang firasat mereka tak pernah lepas. Mungkin doa tulus mereka yang buat kita kuat dilokasi berbulan-bulan, tetap menjaga diri."

Aku sepakat dengan Pak Sahil. Doa tulus Andini yang buat bathinku selalu mengingat namanya.

"Nanti bapak minta ke Pak Said untuk memindahkan kamu sepenuhnya ke kantor di Samarinda saja. Sesekali bolehlah ke lokasi. Lagi pula kamu sudah sejak awal ikut membangun perusahaan."

Aku berharap ucapan Pak Sahil bisa terealisasi. Ingin rasanya aku tak sering di kantor area lokasi ini. Ujiannya memang tak kecil. Selalu saja kadang ujian itu membuat jiwa kelakianku bangkit,

"Sampai!" Pak Sahil menghentikan mobil lalu turun. Aku mengikuti setelah menggunakan helm yang disodorkan Abdul yang diamankan untuk lokasi area tambang ini.

"Ram, ponselmu atau saya yang bunyi?"

Aku refleks memegang ponselku yang ada di saku belakang.

"Oh, punya saya, Pak!"

Begitu kulihat, Dira yang memanggil!

Pak Abdul yang kebetulan merapat disebelahku, melihat nama Dira tertawa.

"Duh, perempuan posesif itu?!"

Aku memandang Pak Abdul,

Posesif?

🌻🌻🌻🌻

Judul: Menerjang Teluh

Penulis: Ainan Takhsyaallah

aplikasi: KBMapp

kepoin yaaa.

jangan lupa ninggalin jejak komentar...

maacih...

#novelKBMapp

#penulisKBMapp

#bacafulldikbmapp

#novelseru