Lemon8 Video Downloader

The easiest way to download video and gallery from Lemon8 app

AKU BUKAN ANAKMU, BU! (3)

AKU BUKAN ANAKMU, BU! (3)

Desktop: Right-Click and select "Save link as..." to download.

PHOTOS
AKU BUKAN ANAKMU, BU! (3) JPEG Download

Tok, tok, tok, tok!

Aku memaku pintu kamarku untuk memasang kunci gembok. Sudah terlalu lama aku tak punya privasi dengan kamarku sendiri. Setiap aku keluar rumah mereka bebas masuk dan mengacak-acak isi kamarku sesuka hati mereka.

"Duuhh ... Berisik! Kamu itu ngapain, Dini?" jerit ibu.

"Masang gembok!" jawabku datar.

"Eh, ngapain? Kamu takut hartamu yang gak seberapa itu kami curi?" serunya sambil berkacak pinggang.

"Iya," jawabku lagi, masih dengan nada yang datar.

"Amit-amit ini anak! Makin ngelunjak kamu, ya? Kamu pikir kamu itu sehebat apa? Baru kerja jadi OB aja udah songong!"

"Biarin, toh si OB ini juga yang selama ini kasih makan kalian!"

"Eh, anak la*ur! Emang sepatutnya kamu itu balas budi! Udah diasuh dari kecil bukannya berterima kasih, malah sombong!"

"Diasuh? Apa kata itu pantas untuk menjabarkan perlakuan ibu selama ini ke aku? Ibu gak pernah mengasuh aku! Yang ada ibu memeras aku, nyiksa aku, dan semua hasil kerjaku kalian ambil!" balasku.

"Itu juga buat makan kamu, Dini! Kamu jangan seenaknya ngomong seolah kami yang makan semua penghasilanmu!" geramnya.

"Itu kenyataan! Sekarang, aku gak mau lagi jadi bvdak di rumahku sendiri!"

Ibu menjambak rambutku karena kesal, tapi aku langsung mencoba melawan dengan mengarahkan palu ke wajahnya. Sontak ia melepaskan rambutku.

"Apa-apaan kamu, Dini? Dasar anak durhaka!" Wajahnya terlihat agak gentar.

Plak!

Sekali lagi aku berhasil menepis tangan ibu tiriku itu. Aku sudah tak mau lagi merasakan perihnya pipi yang ditampar.

"Apa? Durhaka? Di mana letaknya aku durhaka? Bukan kamu yang melahirkan aku!" pekikku hampir g_la. Ibu mundur satu langkah.

"Kamu ini gak tau diuntung! Udah bagus kamu gak aku tinggalin, biar aja hidup di kuburan bapakmu itu!"

"Apa hak ibu bicara begitu? Rumah ini rumahku! Jangan berlagak b_doh!"

"Aku punya hak atas rumah ini, aku istri terakhir bapakmu!"

"Cih! Aturan dari mana? Rumah ini sudah berdiri jauh sebelum bapak menikahi kamu, Bu! Tak ada secuilpun hakmu di rumah ini. Harusnya malu! Hidup cuma jadi benalu! Memanfaatkan kepolosan seorang anak SMP yang mati-matian cari nafkah demi bertahan hidup. Kalau memang ibu mengasuh dan merawat aku, harusnya aku gak perlu capek banting tulang sejak remaja! Ibu enak-enakan menikmati hasilnya sama anak kesayangan ibu itu. Untung si Agus otaknya cetek, gak mau melanjutkan sekolah ke SMA, kalau enggak, aku tambah bengek menanggung biaya sekolahnya!" cecarku tanpa ampun.

"Dasar anak gak tahu balas budi!" ma-kinya lagi.

"Kalian yang utang budi padaku!" balasku sambil menatap mata ibu tiriku itu dengan berani.

"Awas kamu, ya!" geramnya sambil berlalu. Ia membanting pintu kamarnya dengan keras.

Aku menarik napas panjang. Keringat seketika membanjir. Andai sejak dulu aku berani melawan kezalimannya. Di depan orang, ibu bisa berlagak bak seorang pahlawan, rela mengasuh dan merawat aku yang bukan anak kandungnya. Cih, aku benci jika mengingat hal itu. Apalagi jika ibu dielu-elukan oleh orang yang tak tahu bagaimana kejadian sebenarnya.

"Dini ini benar-benar berbakti, sudah kubilang kalau kerja jangan sampai lupa waktu, malah dia bilang gak apa-apa bu, Dini mau balas budi sama ibu yang rela merawat Dini sejak bapak gak ada." Ocehan omong kosongnya itu selalu terngiang-ngiang di telingaku. Seolah memujiku, padahal menutupi kebusukannya. Padahal ibu lah yang memaksa aku cari uang selama ini.

Aku sudahi mengenang kepahitan hidupku dulu, aku berjalan ke dapur dan melihat ceceran piring kotor di sana, belum lagi bekas wadah makanan yang mereka beli malam tadi. Di bawah tudung saji, hanya ada sepotong tahu goreng sisa kemarin. Sarapan itu yang ibu berikan padaku.

Di kamar mandi, tumpukan baju kotor juga sudah menanti untuk dicuci. Kali ini aku tega, kucuci saja bajuku sendiri. Aku bergegas pergi ke kantor. Masih berlagak sebagai OB.

Ibu masih mengurung diri di kamar, entah bicara dengan siapa dia di telepon. Aku tak mau tahu. Sedangkan Agus, pasti masih ngorok di kamarnya. Saat akan berangkat, kukunci pintu kamarku.

Mataku tanpa sengaja melihat ponsel Agus tergeletak sambil dicas. Ponsel itu juga dibeli dengan uangku, sebagai hadiah ulang tahun Agus dari ibu.

"Enak banget dia, hape bagus, paket data tinggal minta. Main judi online lancar, sedangkan aku yang capek kerja, hape buluk. Mau ganti yang lebih canggih juga bingung bagi uangnya," gumamku. Aku punya ide.

Kenapa gak kuambil saja hape itu? Nanti kujual saja, uangnya buat aku belikan baju, kek, sepatu, kek. Hahaha ... Aku jamin hari ini rumah bakalan heboh. Ingat, aku pernah baik tapi kalianlah yang membuatku jadi jahat.

Cerita ini sudah bisa dibaca sampai tamat di aplikasi KBM App

Judul: Aku Bukan Anakmu, Bu!

Penulis: Dianti W