Lemon8 Video Downloader

The easiest way to download video and gallery from Lemon8 app

Mantan Calon Mertuaku Tak Tahu Aku Sudah Kaya

Mantan Calon Mertuaku Tak Tahu Aku Sudah Kaya

Desktop: Right-Click and select "Save link as..." to download.

PHOTOS
Mantan Calon Mertuaku Tak Tahu Aku Sudah Kaya JPEG Download

Bab Satu

“Bukankah kamu Zulfa, mantan pacar anakku yang kere itu?”

Pertanyaan menghina itu datang dari seseorang saat aku sedang duduk bersama teman-teman di depan kelas lama kami.

Aku menoleh ke samping dan mendapati Bu Yani berdiri sambil menatap sinis.

“Punya muka kamu datang ke reuni? Pakaiannya kayak gitu pula, nggak modis sama sekali,” katanya lagi sambil mengamati tubuhku dari atas sampai bawah. “Liat, temen-temenmu udah pada sukses. Penampilannya keren, nggak kayak kamu, kampungan!”

Aku mengamati sekitar dan memang hampir semua temanku seperti yang Bu Yani katakan. Di tangan mereka kebanyakan memegang ponsel apple, tas dan baju mereka bermerek, bahkan ada yang sengaja mengikat jilbabnya ke belakang demi memperlihatkan kalungnya.

“Ini, kan, acara reuni untuk semua mantan siswa, Bu. Bukan untuk siswa yang sudah sukses saja …” jawabku lembut dan tersenyum tipis.

Bu Yani mendengus geli. “Emang, sih … tapi apa nggak malu sama yang lain sedangkan kamu masih gitu-gitu aja. Untung anakku nggak jadi nikah sama kamu. Bisa-bisa ketularan miskinnya!”

Aku mengelus dada mendengar perkataannya yang masih pedas seperti dulu.

Orang-orang di sekitarku mulai berbisik-bisik. Ada yang memandang iba, ada juga yang risih.

Fitri temanku ingin membela tapi aku memberi kode agar dia tetap diam. Hanya dia satu-satunya temanku yang tahu tentang kondisiku saat ini.

Bu Yani adalah pegawai TU di sekolah kami yang masih menjabat hingga sekarang. Pekerjaan yang sangat dibanggakannya. Dia punya anak lelaki bernama Rosyad, yang tak lain adalah mantan pacarku.

Aku dan anaknya dulu sekelas, tapi mulai berpacaran setelah lulus sekolah. Saat itu kami LDR-an. Rosyad melanjutkan kuliah di Semarang sedangkan aku yang tidak punya uang untuk kuliah memilih bekerja sebagai kasir toko pakaian.

“Bu, ini Zulfa, pacar Rosyad, calon mantu Ibu,” kata Rosyad ketika dulu lelaki itu mengenalkanku pada ibunya setelah melamarku secara pribadi.

Bu Yani yang baru saja duduk di sofa memandangku lekat sambil tersenyum kecil.

Aku jadi grogi saat dilihatinya, seakan dia sedang mencari tahu sosokku ini terbuat dari apa?

“Nak, Zulfa kuliah di mana sekarang?” tanyanya kemudian.

“Saya nggak kuliah, Bu. Saya kerja jadi kasir toko,” jawabku jujur.

Raut wajah Bu Yani yang sempat cerah mendadak muram. “Kasir?” tegasnya lagi sambil mengernyit.

“I-iya, Bu.” Aku mengangguk patah-patah, ada rasa tak enak menyerang dada.

Wanita itu menoleh ke anaknya dan mendelik. “Syad, kamu nggak salah pacaran sama seorang kasir? Ibu, kan, udah bilang … cari yang setara. Kamu itu calon sarjana, masa’ cuma dapet kasir?!”

Aku menunduk malu, sama sekali tak menduga akan mendengar kalimat pedasnya.

“Bu, Zulfa sarjana atau tidak, itu nggak masalah buatku. Yang penting kami saling mencintai.” Rasanya lega mendengar pembelaan dari pacarku ini.

Perlahan kepalaku mendongak dan bertatapan dengan mata Bu Yani yang melirik sebal.

“Cinta aja masih kurang, Syad. Kamu perlu istri yang berkarier tinggi, biar dia nggak nyusahin kamu, juga bisa bantu-bantu ekonomi keluarga,” sanggahnya. “Lagian, ibu malu kalau punya mantu bukan sarjana. Apa kata tetangga sama teman-teman ibu kalau mantu ibu cuma seorang kasir?”

Jujur, aku sakit hati. Ngilu sekaligus panas menjalar di dada. Ingin rasanya berlari keluar sekarang juga untuk menumpahkan air yang sudah menggenang di mata. Namun, demi menghormati Rosyad, aku tetap duduk di tempat, menghadapi hinaan ibunya yang tak tahu diri.

Bu Yani kemudian menatapku galak. “Denger, ya! Anakku itu lebih cocok sama orang yang berpendidikan, bukan tukang suruhan kayak kamu!” tunjuknya ke arahku, dan setelah itu pergi meninggalkan kami.

Kejadian itu membuatku bertekad untuk melanjutkan kuliah, sehingga aku mendaftar beasiswa lewat jalur bidik misi.

Aku kemudian diterima di UGM, jurusan pertanian. Berharap setelah menyandang gelar sarjana nanti, aku masih bisa bersama Rosyad.

Namun, meski sudah punya embel-embel sarjana, hubunganku dengan lelaki itu masih ditentang. Bu Yani tak mau menerimaku menjadi menantunya karena aku belum menjadi pegawai negeri, tak pantas bersanding dengan anaknya yang sudah bergelar PNS di salah satu lembaga negara.

Aku pun mendaftar kerja ke dinas pertanian agar bisa menyejajari karier lelaki pilihanku. Akan tetapi, baru kerja dua bulan di lembaga itu, aku mendengar Bu Yani menjodohkan Rosyad dengan wanita lain yang seorang pegawai bank.

Hatiku hancur mendegar kabar pernikahannya. Aku bahkan sampai tidak nafsu makan selama berbulan-bulan. Tubuhku mengurus dan semangat hidupku merosot drastis.

Pada akhirnya aku memilih resign, membuang segala usahaku selama ini.

Syukurnya, Allah mengirimkan Mas Bagas masuk ke dalam hidupku. Jika tidak, mungkin sampai saat ini aku masih berada dalam kubangan patah hati. Terus-terusan bersedih, meratapi nasib, dan tidak mau membuka diri.

Bu Yani tak tahu kalau wanita yang dulu dia hina, sekarang sudah kaya raya. Bahkan punya lahan pertanian luas di kampung halamannya.

Ya, aku dan Mas Bagas adalah pengusaha sukses. Kami mempunyai lahan luas di desa yang terletak di perbatasan Kabupaten Temanggung-Kendal.

Ada sekitar lima hektar tanah yang diolah untuk perkebunan alpukat, jambu biji, lemon, dan ditanami berbagai macam sayuran yang panen tiap beberapa bulan sekali. Belum lagi peternakan ayam, sapi, dan kambing yang kami kelola. Juga beberapa bisnis wisata berupa vila yang dibangun di sekitar lahan kami.

“Maaf, Bu. Setahu saya, miskin itu bukan penyakit dan nggak akan nular. Saya, sih, masih beruntung cuma miskin harta … Nah, kalau miskin adab itu lebih bahaya. Udah lulusan sarjana, pegawai negeri, tapi masih suka menghina.” Aku berkata tegas pada wanita berwajah menor itu.

“Kamu sedang mengejekku?” Raut muka Bu Yani tampak memerah, mungkin kesindir dengan omonganku barusan.

“Saya nggak bermaksud mengejek Ibu, tapi kalau Ibu merasa kesindir, ya sudah … berarti emang gitu kenyataannya, kan?” ujarku cuek.

“Kurang ajar, ya … Udah miskin belagu pula!”

“Ada apa ini kok ribut-ribut?!” Suara lelaki yang masih sangat kuhafal itu menyela.

Kami menoleh serentak ke arah Rosyad yang baru saja tiba. Di sampingnya berdiri seorang wanita cantik dengan penampilan tak kalah glamor dari mertuanya.

Ini adalah pertemuan pertama kami setelah enam tahun berlalu. Rosyad masih sama seperti dulu, tampan. Hanya saja sekarang ada kumis tipis di antara bibir dan hidunganya. Tubuhnya lebih berisi dengan perut sedikit buncit.

Dia nampak terkejut melihatku. Matanya menyorot sendu. Mungkin merasa bersalah karena dulu sudah mencampakkanku begitu saja, atau mungkin masih ada cinta di sana.

Ah, aku nggak boleh terlalu ge er. Lagian, aku juga sudah bersuami, tak mungkin menghinati Mas Bagas yang jauh lebih baik darinya.

“Zulfa, apa kabar?” tanya lelaki itu basa-basi setalah melirik istrinya sekilas.

“Masih sama kayak dulu. Liat aja penampilannya, kampungan banget. Untung dulu kamu nurut sama Ibu, kalau nggak, mau jadi apa kamu sekarang?” cerocos ibunya sebelum aku menjawab.

Rosyad tampak kikuk mendengar ocehan ibunya.

“Oh, jadi ini mantanmu yang kere itu, Mas?” Wanita di samping Rosyad ikut bicara, dia menyeringai kecil, seakan sedang memperlihatkan kekuasaannya karena berhasil mendapatkan mantanku.

“Iya, dia yang sering Ibu ceritain itu … Untungnya kamu yang jadi menantu ibu. Udah cantik, kaya, seorang manager pula. Daripada dia, nggak ada yang bisa dibanggain,” sela Bu Yani sinis.

“Hey, kalau ngomong dijaga, ya! Asal kalian tahu aja, Zulfa itu …”

Aku menahan lengan Fitri agar tidak bicara terlalu jauh. Dia mengelak namun akhirnya menurut saat aku mengerlingkan mata padanya.

"Zulfa itu apa? Penggoda pria?"

Kami yang berada di depan kelas terperangah. Mulut wanita di depanku ini seperti bukan mulut seseorang yang berpendidikan. Nggak ada beretika sama sekali.

Fitri kembali ingin bertindak tapi aku langsung maju menghalanginya.

Untuk sementara waktu, lebih baik aku pura-pura masih miskin saja. Biarlah mereka menghinaku sepuasnya. Suatu saat, mereka akan malu sendiri karena sudah mengataiku seperti barusan.

***

Baca selengkapnya di KBM App

Penulis : Sanda_Chan

Judul : Mantan Calon Mertuaku Tak Tahu Aku Sudah Kaya #bisnisrumahan #emakemak #curhatibu #skincareroutine #cerbungkbm