Lemon8 Video Downloader

The easiest way to download video and gallery from Lemon8 app

Tak sengaja menguping pembicaraan,aku&ibu dihina

Tak sengaja menguping pembicaraan,aku&ibu dihina

Desktop: Right-Click and select "Save link as..." to download.

PHOTOS
Tak sengaja menguping pembicaraan,aku&ibu dihina JPEG Download

Ketika masa remaja dipertaruhkan untuk semua pengorbanan dan luka. Ke mana kaki akan berpijak?

Novel tamat Identitas

Penulis FauzanAdzima

Bab 4. Gara-Gara Dea

Diperhatikannya kedua mata Ika yang sudah terlelap. Wajahnya nampak polos dan jujur, dan sepertinya dia sudah pulas. Namun Dea sendiri sulit sekali tidur. Perasaannya gelisah dan ingin cepat-cepat pergi dari rumah ini. Kalau saja ia punya pilihan lain, ia tak bakal meminta tolong kepada Ika dan menginap di rumahnya.

Perasaan Dea tidak tenang dan ia memutuskan untuk mengeluarkan tubuhnya dari dalam selimut, bangkit. Pelan-pelan dilangkahkannya kaki ke arah pintu. Membukanya dengan hati-hati. Dan baru saja ia menutupkannya kembali, terdengar suara sepasang manusia dari arah kamar lain. Dea tidak menggubris meskipun hatinya terusik. Bagaimana tidak, yang sedang dibicarakan masih perihal dirinya dan kehidupannya.

Dea bersandar pada dinding dan perlahan menjatuhkan tubuhnya sendiri. Jongkok dan memeluk lututnya.

“Papah tuh sekali-kali tegas coba sama anak. Ika itu anak kita satu-satunya pah. Jangan sampai dia terbawa pergaulan yang enggak benar. Dea itu anak dari orang tua yang enggak jelas. Siapa ibu dan bapaknya saja enggak ada yang tahu, termasuk Ika sendiri. Pernah beberapa kali mamah bertemu dengan tantenya yang merawat dia sejak kecil dan mamah tanya mengenai keluarga Dea, tapi tantenya saja enggan memberitahu, malah dia bilang sudah tidak perlu lagi menganggap kedua orang tua Dea itu ada.”

“Mamah ngapain kepo anak orang?”

“Ya jelaslah mamah kepo pah. Putri kita dekat sekali dengan Dea dan mamah khawatir kalau Dea akan membawa pengaruh yang buruk buat Ika.”

“Mah, Dea itu kan pintar. Dia juga enggak pernah punya masalah kan di sekolah? Jadi apa yang mamah cemaskan itu enggak beralasan sama sekali. Itu hanya faktor pikiran mamah yang terlalu berlebihan dan papah rasa tidak sesuai dengan kenyataan. Jangan terlalu mengekang anak mah. Biar dia dekat dengan siapapun, selagi memang masih dalam batas wajar dan Ika selama ini kan enggak pernah melawan kita. Dia selalu terbuka dan mau cerita. Enggak ada yang berubah dari Ika dan kita tidak perlu cemas. Dea itu anak yang baik.”

“Papah enggak tahu. Semenjak Ika dekat dengan Dea ada hal-hal tertentu yang sengaja dia sembunyikan. Barusan saja, kalau bukan karena kepergok, mamah enggak bakalan tahu Ika menyelundupkan Dea ke dalam rumah ini. Nanti kalau ternyata ada barang-barang yang hilang di dalam rumah ini bagaimana? Banyak kan anak-anak broken home yang perilakunya menyimpang? Si Dea belum kelihatan saja muka aslinya.”

“Astaghfirullahal’adzim. Mah, jangan berburuk sangka. Belum tentu Dea begitu. Anak yang orang tuanya komplit saja banyak kok yang terlibat pergaulan bebas. Belum tentu juga yang orang tuanya berantakan bisa dipastikan anaknya ikut berantakan. Belum tentu mah. Lagian papah dengar dari Ika, Dea selama ini ada di bawah pengawasan tantenya. Papah rasa, walau dia dibesarkan bukan oleh kedua orang tuanya, tapi Dea tetap terarah dan terdidik. Buktinya dia punya prestasi di sekolah dan enggak pernah ada masalah.”

“Pokoknya mamah tetap enggak suka Ika terlalu dekat dengan Dea! Heran, kayak enggak ada teman lain, dari kelas satu sampai tiga maunya sama Dea terus.”

“Ya karena mereka sahabatan. Susah loh mah dapat sahabat. Mamah sendiri, punya enggak sahabat?”

“Kok jadi ke mamah sih pah?”

“Ya kan papah ingin tahu. Mamah itu kan teman-temannya memang banyak. Di kantor, teman-teman arisan, tapi ada enggak yang kayak putri kita sampai bisa sahabatan?”

“Bagi mamah, sahabat itu enggak ada!”

“Enggak ada atau mamah memang kesulitan punya sahabat?”

“Papah ngomong apa sih?”

“Bukannya dulu mamah pernah punya sahabat yang akhirnya menikah dengan mantan pacar mamah?”

“Papah!”

“Aduh mah, sakit! Cubitan mamah keras amat sih!”

“Biarin! Lagian papah mengungkit yang dulu. Itulah makanya kenapa mamah enggak pernah menganggap siapapun kawan di luar sebagai sahabat!”

“Takut ditikung? Tenang mah, papah setia. Enggak bakal kepincut sama perempuan lain apalagi sama teman-teman arisan mamah yang badannya besar-besar itu.”

“Papah!”

Sekali lagi terdengar suara mengaduh. “Aduh, sakit mah! Senang sekali mencubit. Sudah, pokoknya mamah enggak perlu cemas. Insya Allah Ika akan tetap menjadi anak yang baik.”

“Mamah akan terus memantau Ika.”

Tiba-tiba terdengar derit pintu dari arah kamar tersebut dan Dea menoleh. Papah Ika muncul dan ia tertegun manakala didapatinya kedua sorot mata gadis remaja tengah menatap ke arahnya.

Dan sebelum papah Ika menutupkan kembali daun pintu kamar, ia memandang sekali lagi ke dalamnya. Memastikan istrinya telah berbaring di ranjang dan enggan ke luar lagi. Papah Ika yang masih mengenakan setelan pakaian kantor menghampiri Dea.

Seketika Dea bangkit.

“Dea, kamu belum tidur?”

Dan menyaksikan bola mata Dea memerah, papah Ika jadi merasa bersalah. Gadis ini pasti sudah mendengar pembicaraan antara dirinya dan istrinya barusan dan tentu itu membuatnya sakit hati.

“Belum om. Kalau di tempat baru, Dea suka susah tidur.”

Papah Ika mengangguk dan ia kembali melangkah, namun baru beberapa kali ayunan kaki, papah Ika memutar badannya dan mendekati Dea lagi. “Kamu lapar? Haus? Sudah makan belum?”

Dea tersenyum berat. “Sudah om.”

Papah Dea melirik ke arah kamarnya dan ia kembali disengat rasa bersalah. “De, om minta maaf ya kalau om dan tante menyinggung perasaan Dea.”

“Enggak apa-apa kok om. Dea mengerti. Dea memang enggak sepantasnya jadi teman baik Ika. Dea ini kan orang tuanya enggak jelas siapa, jadi wajar kalau tante cemas terhadap Ika. Tante pasti takut kalau Dea bakal membawa pengaruh buruk buat Ika.”

“De, sekali lagi maafkan atas ucapan om dan tante barusan ya. Suatu saat, kalau Dea, Ika, dan teman-teman seangkatan kalian sudah waktunya menikah, Dea juga akan paham betapa kekhawatiran seorang ibu kandung terhadap anaknya itu adalah hal yang wajar.”

Air mata Dea kembali menitik dan ia segera menghapusnya. Namun itu justru membuat papah Ika terkejut. “Kenapa?”

Dea hanya menggeleng lemah. Tak mungkin ia menceritakan tentang perasaannya, isi hatinya. Mengenai pikirannya yang tercurah penuh kepada sang ibu yang kini entah berada di mana dan benarkah yang dikatakan papah Ika kalau kekhawatiran seorang ibu kandung terhadap anaknya adalah hal yang wajar? Apakah ibu Dea juga mengkhawatirkannya? Dea tak sanggup memendamnya lebih lama dan ingin rasanya ia menangis sejadi-jadinya.

“Dea masuk dulu om.”

“Ya.” Papah Ika menatap Dea yang bergerak dengan langkah lunglai memasuki kamar Ika kembali dan dalam hatinya bergumam, “Kasihan Dea. Usianya yang masih remaja sudah dihadapkan pada ujian ditinggal oleh kedua orang tuanya. Tapi kenapa Dea memilih pergi dari rumah tantenya? Bukankah hidup Dea sudah enak? Apa mereka ada masalah, makanya Dea memutuskan kabur? Atau memang sebetulnya selama ini dia tidak betah tinggal bersama tantenya? Tetapi kalau tidak betah, kenapa? Bukankah mamah pernah bilang kalau tantenya Dea itu terlihat baik? Besok, saya mesti tanya langsung kepada Ika, ada masalah apa Dea sampai bermalam di sini, karena walau bagaimana pun Ika pasti akan turut sedih saat sahabatnya dilanda masalah atau musibah dan Ika tentu akan turut membantu yang ia bisa saat Dea mengalami kesulitan. Namanya juga sahabat, mereka pasti satu rasa.” Papah Ika kembali berjalan menuruni anak tangga.

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:

https://read.kbm.id/book/detail/e129ec3f-e985-468a-b79d-577ef52dec97

#kbmapp